The No.1 WEB development in Indonesia. AsiaQuest Indonesia will share news, events, and blog of WEB utilization in Indonesia. We post in English, Indonesia, and Japan.
Pandemi COVID19 membuat berbagai negara terpaksa menutup pintu bagi para pelancong. Akibat penutupan border ini, dunia pariwisata berbagai negara terpuruk ke jurang paling dalam. Sedangkan ekonomi tak akan pulih sepenuhnya bila pariwisata belum dibuka.
Keberhasilan Singapura dalam menanggulangi wabah COVID19 di negaranya adalah dengan tes massal dan pelacakan yang ketat. Pelacakan yang ketat dan cepat akan memudahkan pemerintah untuk segera mengisolasi yang tertular virus dan memutus rantai penyebaran.
Singapura telah membuktikan keberhasilan mereka dalam usaha penanggulangan COVID19 ini. Sekarang, saatnya memperbaiki kondisi ekonomi yang terpuruk dengan membuka pintu bagi para pelancong, migran, pekerja, maupun warga negaranya yang sempat tertahan di negara lain akibat penutupan border.
Singapura, yang juga mengandalkan ekonominya dari dunia pariwisata, kemudian menerapkan kebijakan baru yaitu mengizinkan pelancong masuk tapi dengan pembatasan ketat. Salah satunya adalah dengan ‘memaksa’ para pelancong untuk mengenakan gelang pintar agar mudah dilacak pemerintah.
Singapura memberlakukan sistem baru untuk karantina bagi siapapun yang masuk ke wilayahnya. Setiap pendatang wajib melakukan karantina mandiri tanpa harus menginap di fasilitas khusus. Pendatang bebas memilih mau karantina dimana akan tetapi dengan melapor ke bagian imigrasi Singapura.
Untuk ini, pemerintah Singapura telah menyediakan sebuah gelang pintar yang harus digunakan selama masa karantina 14 hari. Setiap pendatang akan menerima sebuah wristband yang mirip dengan smartwatch atau smartband, serta sebuah ‘gateway device’ sebagai penghubung.
Gelang pintar ini dilengkapi dengan GPS dan harus selalu dipakai sepanjang waktu selama masa karantina. Meski fungsinya melacak, para pengguna tidak perlu merasa khawatir karena pemerintah memastikan tidak ada perekaman suara maupun video.
Selain itu, data pribadi (GPS) pengguna akan dienkripsi dan hanya bisa diakses oleh pejabat pemerintah. Data juga hanya akan digunakan untuk keperluan pemantauan dan investigasi (bila diperlukan).
Perangkat pelacakan ini terdiri dari dua jenis, yaitu perangkat milik MOM (Kementerian Tenaga Kerja Singapura) dan ICA (Otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan Singapura). Alat milik MOM dan ICA memiliki sistem kerja yang sama.
Perangkat ICA akan melacak pengguna melalui radius antara GPS dan Bluetooth dari kedua perangkat. Sementara MOM, akan melacak GPS dan jaringan 4G. Ketika pengguna keluar dari lokasi karantinanya melebihi radius tertentu, perangkat akan secara otomatis mengirim pemberitahuan kepada pihak berwenang akan adanya pelanggaran karantina.
Para pendatang yang melanggar karantina akan dikenai sanksi berupa denda sebesar SGD10.000 serta hukuman penjara hingga enam bulan. Selain itu, para pelanggar karantina akan dikenai sanksi lanjutan berupa pemotongan validitas izin menetap maupun izin kerja di Singapura.
Bagi pendatang yang melepas secara paksa perangkat tersebut sebelum masa karantina berakhir, juga akan dikenai sanksi.
Setiap pendatang hanya bisa bepergian ketika akan melakukan swab test COVID19. Swab test dilakukan sebelum masa karantina berakhir. Di luar kondisi tersebut, para pendatang harus tetap berada di rumah atau di lokasi karantina mereka.
Referensi: techno.okezone.com
Sumber photo: Photo by Victor He on Unsplash
Event
Calendar
Jun
19
2023
Back To Top